My style

My style

Minggu, 27 November 2011

Fermentasi Karbohidrat

FERMENTASI KARBOHIDRAT ADALAH
Kemampuan memfermantasikan karbohidrat dan produk fermentasi yang dihasilkan merupakan ciri yang sangat berguan dalam identifikasi mikroorganisme
Hasil akhir fermentasi karbohidrat ditentukan oleh sifat mikroba, media biakan yang digunakan, serta faktor lingkungan, antara lain suhu dan pH. Media fermentasi harus mengandung senyawa yang dapat dioksidasikan dan difermentasikan oleh mikroorganisme. Glukosa termasuk senyawa yang paling sering digunakan oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi itu
Untuk menentukan adanya fermentasi, dilaboratorium digunakan media kaldu karbohidrat dan media MR-VP. Pembentukan asam dapat diketahui dengan menambahakan indikator kedalam media
Kaldu karbohidrat digunakan untuk uji penbentukan asam dan gas. Pembentukan gas dapat ditentukan dengan menggunakan tabung Smith atau tabung Durham. Tabung smith digunakan bila jumlah dan macam gas yang dihasilkan harus ditentukan. Sedangkan tabung durham digunakan bila tidak perlu diketahui macam dan jumlah gas yang dihasilkan. Tidak terbentuk gas, maka gas masuk kedalam tabung Durham dan mendesak cairan dalam tabung ini ; gas ini terlihat sebagai gelembung udara yang terperangkap dalam tabung Durham
Kaldu karbohidrat mengandung 0.5 – 1 % karbohidrat. Karbohidrat yang sering dipakai adalah glukosa, laktosa, maltosa, sukrosa, dan manitol. Selain karbohidrat kedalam media ditambahkan juga beef ekstract dan pepton sebagai sumber nitrogen, vitamin dan mineral. Untuk mengetahui pembentukan asam, kedalam media ditambahkan indikator. Bila dalam proses fermentasi, bakteri ditumbuhkan dengan biakan cair yang mengandung glukosa, maka hasil proses fermentasi dapat berupa asam. Asam yang dihasilkan akan menurunkan pH media biakan. Indikator yang sering digunakan adalah fenol merah dan bromcresol-purple. Billa dalam media biakan ditambahakan indikator pH seperti misalnya bromcresol-purple atau fenol merah, maka pembentukan asam ini ditandai oleh perubahan warna menjadi kuning. Pada pH lebih dari 7.0 fenol merah berwarna merah sedangkan bromcresol-purple berwarna ungu.

PEMBUATAN TAPAI 
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi yang mengasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya. Akumulasi asam laktat inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan pada otot.
Dalam pembuatan tapai ketan, beras ketan perlu dimasak dan dikukus terlebih dahulu sebelum dibubuhi ragi[2]. Campuran tersebut ditutup dengan daun dan diinkubasi pada suhu 25-30 °C selama 2-4 hari sehingga menghasilkan alkohol dan teksturnya lebih lembut[2].
Untuk membuat tapai singkong, kulit singkong harus dibuang terlebih dahulu[1]. Singkong dicuci lalu dikukus dan ditempatkan pada keranjang bambu yang dilapisi daun pisang[1]. Ragi disebar pada singkong dan lapisan daun pisang yang digunakan sebagai alas dan penutup[1]. Keranjang tersebut kemudian diperam pada suhu 28 – 30 °C selama 2 – 3 hari[1].
Selain rasanya yang manis dan aroma yang memikat, tapai juga dibuat dengan beberapa warna berbeda.[1] Warna tersebut tidak berasal dari pewarna buatan yang berbahaya, melainkan berasal dari pewarna alami.[1] Untuk membuat tapai ketan berwarna merah, digunakan angkak, pigmen yang dihasilkan oleh Monascus purpureus. Sedangkan tapai ketan warna hijau dibuat menggunakan ekstrak daun pandan. [1]
Pembuatan tapai memerlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi agar singkong atau ketan dapat menjadi lunak karena proses fermentasi yang berlangsung dengan baik[2]. Ragi adalah bibit jamur yang digunakan untuk membuat tapai. Agar pembuatan tape berhasil dengan baik alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan harus bersih, terutama dari lemak atau minyak. Alat-alat yang berminyak jika dipakai untuk mengolah bahan tapai bisa menyebabkan kegagalan fermentasi.[2] Air yang digunakan juga harus bersih[1]; menggunakan air hujan bisa mengakibatkan tapai tidak berhasil dibuat.

] Keunggulan tapai

Fermentasi tapai dapat meningkatkan kandungan Vitamin B1 (tiamina) hingga tiga kali lipat[3]. Vitamin ini diperlukan oleh sistem saraf, sel otot, dan sistem pencernaan agar dapat berfungsi dengan baik. [3] Karena mengandung berbagai macam bakteri “baik” yang aman dikonsumsi, tapai dapat digolongkan sebagai sumber probiotik bagi tubuh.[4] Cairan tapai dan tapai ketan diketahui mengandung bakteri asam laktat sebanyak ± satu juta per mililiter atau gramnya.[4] Produk fermentasi ini diyakini dapat memberikan efek menyehatkan tubuh, terutama sistem pencernaan, karena meningkatkan jumlah bakteri dalam tubuh dan mengurangi jumlah bakteri jahat.[4] Kelebihan lain dari tapai adalah kemampuannya tapai mengikat dan mengeluarkan aflatoksin dari tubuh.[4] Aflaktosin merupakan zat toksik atau racun yang dihasilkan oleh kapang, terutama Aspergillus flavus[4]. Toksik ini banyak kita jumpai dalam kebutuhan pangan sehari-hari, seperti kecap. Konsumsi tapai dalam batas normal diharapkan dapat mereduksi aflatoksin tersebut.[4] Di beberapa negara tropis yang mengonsumsi singkong sebagai karbohidrat utama, penduduknya rentan menderita anemia[4]. Hal ini dikarenakan singkong mengandung sianida yang bersifat toksik dalam tubuh manusia.[4]. Konsumsi tapai dapat mencegah terjadinya anemia karena mikroorganisme yang berperan dalam fermentasinya mampu menghasilkan vitamin B12[5]

Kelemahan tapai

Konsumsi tapai yang berlebihan dapat menimbulkan infeksi pada darah dan gangguan sistem pencernaan. Selain itu, beberapa jenis bakteri yang digunakan dalam pembuatan tapai berpotensi menyebabkan penyakit pada orang-orang dengan sistem imun yang terlalu lemah seperti anak-anak balita, kaum lanjut usia, atau penderita HIV3. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, konsumsi tapai perlu dilakukan secara terkendali dan pembuatannya serta penyimpanannya pun dilakukan dengan higienis.[2]

Istilah tapai di berbagai daerah

Sebagian besar tapai yang ada di Indonesia dibuat dari fermentasi beras ketan (Oryza sativa glutinosa) atau singkong (Manihot esculenta). Masyarakat Jawa Barat lebih mengenal tapai singkong dengan sebutan peuyeum, sedangkan masyarakat Jawa Timur lebih sering menyebutnya tape telo.[2] Tapai juga dikenal di kawasan Asia, terutama Asia Tenggara. Makanan ini memiliki nama lokal yang berbeda–beda di setiap negara; contohnya tapai pulut (Malaysia), basi binubran (Filipina), chao (Kamboja), lao-chao atau chiu niang (Cina), dan khao-mak (Thailand).[1]

Produk olahan tapai

Selain dapat dikonsumsi secara langsung, tapai dapat dijadikan olahan lain atau dicampur dengan makanan dan minuman lainnya. Contohnya: tapai pulut untuk campuran cendol dan es campur, atau dapat juga diolah kembali menjadi wajik dan dodol. Sedangkan tapai singkong selain bisa dijadikan campuran cendol, es campur atau es doger, dapat pula diolah menjadi makanan gorengan rondo royal (tapai goreng), colenak, dll. Tape juga nikmat disantap bersama tetel (istilah jawa untuk ulenan ketan putih) atau di Sunda biasa disebut ulen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar