My style

My style

Sabtu, 19 November 2011

Pembuatan Nata de coco dan Diagram/Bagan Pembuatan Nata de coco


PENGOLAHAN NATA DE COCO

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
PROFIL USAHA
Terdapat tiga jenis perusahaan nata de coco yaitu: perusahaan yang hanya menghasilkan nata de coco mentah (lembaran); perusahaan yang hanya menghasilkan nata de coco kemasan (syrup); dan perusahaan yang menghasilkan nata de coco mentah sekaligus mengolahnya menjadi nata de coco kemasan. Gambar 2.1. menunjukkan jenis perusahaan nata de coco.
Gambar 2.1. Jenis Perusahaan Nata de coco

Perusahaan jenis I terdapat dua macam, yaitu usaha permanen dan sporadis (discontinue). Permanen artinya perusahaan tersebut memproduksi sepanjang waktu dan biasanya sudah memiliki pasar (pelanggan) tetap baik dari lokal maupun luar daerah. Sedangkan sporadis artinya usaha tersebut hanya pada waktu-waktu tertentu ketika permintaan lokal meningkat, seperti waktu puasa, lebaran, tahun baru dan lain-lain. Usaha sporadis ini biasanya dilakukan di tingkat rumah tangga. Di Lampung Selatan (daerah survey) hanya ada beberapa perusahaan I yang permanen dan banyak sekali perusahan I yang sporadis. Perusahaan jenis I biasanya merupakan usaha keluarga dan sering tidak memiliki bentuk badan hukum, tetapi hanya memiliki izin usaha. Pengusaha I mutlak membutuhkan air kelapa sebagai bahan utama. Air kelapa tersebut didapat dari kebun mereka sendiri dan juga dari petani kopra. Biasanya, mereka menitipkan jerigen (20 literan) kepada petani dan kemudian mengambilnya. Tetapi ada juga petani yang datang ke tempat usaha untuk menyetor air kelapa. Teknologi, bahan tambahan dan peralatan yang digunakan cukup sederhana dan dapat didapat dari pasar lokal. Tenaga kerja berasal dari lokal setempat dengan status tenaga kerja tetap atau borongan.
Jenis perusahaan I memproduksi nata de coco dari air kelapa melalui proses fermentasi. Tingkat keberhasilan proses fermentasi ini sangat tergantung dari tingkat sterilisasi tempat dan peralatan-peralatan yang dipakai pada proses fermentasi. Tingkat keberhasilan proses fermentasi berkisar antara 80%-97,5% tergantung dari sterilisasi tempat produksi. Selain itu, cuaca juga merupakan faktor keberhasilan yang penting karena suhu kamar sangat diperlukan dalam proses fermentasi. Gambar 2.2. menunjukkan diagram alir proses pembuatan nata de coco lembaran oleh perusahaan jenis I.
Gambar 2.2. Proses pembuatan nata de coco lembaran oleh perusahaan I

Bakteri pembentuk nata adalah axetobacter xylinum. Jika ditumbuhkan dalam medium yang mengandung gula, bakteri tersebut dapat mengubah 19% gula menjadi selulosa. Selulosa ini berupa benang-benang yang bersama-sama dengan polisakarida berlendir membentuk suatu masa dan dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan bakteri axetobacter xylinum adalah tingkat keasaman medium, lama fermentasi, sumber karbon, sumber nitrogen, suhu dan konsentrasi bibit (starter). Pada dasarnya proses pembuatan biakan murni bakteri axetobacter xylinum dapat dilakukan secara laboratoris maupun secara sederhana (Sutarminingsih, 2004). Pengusaha nata de coco biasanya melalukan pembiakan axetobacter xylinum dalam media yang disebut starter. Komposisi media starter biasanya sama dengan komposisi media fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata de coco. Media starter di atur pada pH 4-4,5 dengan menambahkan asam asetat/glasial, kemudian disterilisasi selama 15 menit. Starter dapat dibuat dengan menanamkan satu tabung biakan murni bakteri ke dalam 100 ml media starter kemudian difermentasi selama 3 hari. Setelah itu, 100 ml stater tersebut ditambahkan ke dalam media baru sebanyak 1 liter dan diperam lagi selama 3 hari. Hasil pemeraman yang kedua ini merupakan starter yang siap ditambahkan pada media fermentasi atau bahan induk untuk produksi nata de coco. Penambahan starter yang optimal adalah 10 persen dari media fermentasi. Sedangkan umur optimal bibit adalah tiga hari.
Pemilihan lokasi usaha I tidak harus dekat dengan sumber air kelapa mengingat sifat pengolahan air kelapa tidak harus air yang segar. Menurut Woodrof (1970), komposisi kimia air kelapa adalah air, kalium, sejumlah kecil karbohidrat, lemak, protein dan garam mineral. Tabel 2.1 menunjukkan persentase kandungan masing-masing komponen kimia dalam air kelapa.
Tabel 2.1.
Komposisi Kimia Air Kelapa

No.
Komponen
Persentase (%)
1.
Air
95,50
2.
Kalium
6,60
3.
Zat padat total
4,71
4.
Gula total
2,08
5.
Gula reduksi
0,80
6.
Kalium oksida
0,69
7.
Mineral (abu)
0,62
8.
Magnisium oksida
0,59
9.
Asam fosfat
0,56
10.
Zat besi
0,50
11.
Nitrogen
0,05
Sumber: Woodroof (1970); cit.: Khak (1999), Sutardi (2004), Sutarminingsih (2004).
Air kelapa harus ditampung dari berbagai sumber. Penampungan air kelapa tersebut memberikan jaminan sediaan air kelapa yang memadai dan terjadinya proses air kelapa menjadi basi. Proses pembasian air kelapa ini memberikan dampak yang positif karena air kelapa secara alami terkontaminasi oleh bakteri asam cuka dan fermentasi awal terjadi dan berakibat turunnya pH air kelapa. Penurunan pH tersebut dari segi teknis sangat menguntungkan karena pada proses pembuatan nata de coco justru pH harus diturunkan sampai air kelapa hasil pendidihan mencapai 3-4, dengan cara menambah asam cuka (Sutardi 2004). Proses pembasian ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada kualitas air kelapa kecuali jika fermentasi awal berlangsung lama (berlanjut) sehingga kadar gula air kelapa makin menipis dan pada akhirnya air kelapa dapat busuk karena bakteri pembusuk mengambil alih proses dekomposisi lanjut. Oleh sebab itu harus dihindari pembasian air kelapa yang lama. Menurut Sutardi (2004) lama penyimpanan air kelapa sebaiknya tidak lebih lama dari 4 hari.
Perusahaan I akan menjual lembaran ke perusahaan-perusahaan II lokal maupun luar daerah. Di daerah survey dijumpai satu pola kemitraan antar pembuat nata de coco lembaran (lihat Kotak 2.1). Perusahaan relatif lebih besar membantu memasarkan nata de coco lembaran perusahaan-perusahaan yang relatif kecil. Untuk menjaga standarisasi nata de coco, perusahaan relatif besar tersebut memberikan bimbingan teknis dan pelatihan kepada perusahaan relatif kecil. Standar kualitas nata de coco sampai saat ini belum ada. Secara umum, kualitas nata de coco yang baik memiliki rendemen tinggi, bertekstur agak kenyal namun renyah, berwarna putih bersih dan berdaya simpan tinggi (Sutarminingsih 2004). Kualitas nata de coco tersebut ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: bahan baku air kelapa, bahan tambahan, penyediaan bibit, wadah fermentasi, sanitasi dan sterilisasi.
Perusahaan I akan menjual output nata de coco lembaran ke perusahaan II. Perusahaan I memasarkan nata de coco mentah (lembaran) ke perusahaan lokal dan luar daerah dengan perbandingan 30 persen di serap lokal dan 70 persen diserap luar daerah (Jawa). Di sini nata de coco dipakai oleh perusahaan-perusahaan II sebagai input memproduksi nata de coco kemasan (syrup).
Gambar 2.3. Proses Pembuatan oleh Perusahaan II


Seperti perusahaan I, perusahaan II kemungkinan ada yang berproduksi secara permanen dan ada yang secara sporadis. Permanen artinya berproduksi secara kontinyu sepanjang tahun. Sporadis artinya berpoduksi hanya pada saat tertentu ketika permintaan meningkat seperti menjelang Lebaran, Natal, Tahun Baru dan hari-hari spesial lain. Skala produksi perusahan II biasanya lebih besar dari perusahaan I. Di daerah survey Lampung Selatan hanya terdapat beberapa perusahaan jenis II yang permanen. Dilihat dari kepemilikan, perusahaan ini kebanyakan milik perseorangan dan berbadan hukum. Input nata de coco lembaran, bahan tambahan (essence, syrup, pengawet dll) dapat dibeli dari pasar lokal. Tenaga kerja yang digunakan pun berasal dari masyarakat sekitar pabrik. Hanya kemasan (gelas, tutup, dll) sering harus didatangkan dari luar daerah (seperti: Tangerang-Jawa Barat). Teknologi dan peralatannya pun masih dapat digolongkan sederhana. Gambar 2.3. menunjukan profil kegiatan utama perusahaan II ini.
Perusahaan jenis III memiliki kegiatan memproduksi nata de coco mentah sendiri sampai nata de coco kemasan. Perusahaan III bisa dipastikan bahwa mereka berproduksi secara permanen/kontinyu sepanjang tahun. Di Lampung Selatan, perusahaan I dan II relatif lebih banyak dibanding perusahaan III. Terdapat beberapa perusahaan III. Selain itu, terdapat beberapa perusahaan besar seperti PT Keong Nusantara Abadi (Wong Coco) dan PT Sari Segar Husada yang memproduksi nata de coco mentah sampai kemasan. Tidak ada bentuk kemitraan antara perusahaan I, II dan III dengan perusahaan besar. Perusahaan I hanya menjual air kelapa ke perusahaan besar jika terdapat kelebihan air kelapa untuk produksinya. Foto 2.1. menunjukkan contoh kwitansi pembelian air kelapa dari petani/pengumpul air kelapa. Sekarang petani/pengumpul air kelapa tersebut memiliki perusahaan nata de coco tipe perusahaan I. Kadang-kadang, dia menyetor air kelapa untuk sekedar absen. Terdapat persaingan untuk mendapatkan input (air kelapa) antara perusahaan besar dan kecil.

Foto 2.1. Kwitansi Pasokan Air Kelapa ke Perusahaan Besar